Sangat sedikit buku Young Adult yang dapat membuat pembacanya berpikir mendalam, dan More Than This adalah salah satu yang sanggup melakukannya dengan mudah. Di awal, kita diperkenalkan kepada Seth: seorang anak laki-laki biasa yang sedang tenggelam di laut. Digambarkan dengan narasi yang sangat ilustratif, kita melihat bagaimana Seth terhempas oleh gelombang ke batu karang, tewas dengan kepala pecah seperti cangkang telur.
Dan itu baru permulaan.
Beberapa saat berikutnya, Seth terbangun di sebuah tempat, digambarkan dengan narasi yang sangat membingungkan – sebingung tokoh utama kita saat ia baru terbangun – dan mendapati bahwa ia berada di sebuah daerah suburban. Jalanannya, rumah-rumahnya, semuanya merujuk pada kompleks perumahan.
Hanya saja, tidak ada seorang pun di sana. Bangunan-bangunan tampak terbengkalai, kendaraan tidak ada pengemudinya, tanaman, hewan, dan burung telah mengambil alih kembali dunia.
Kemudian, ia ingat apa yang terjadi padanya. Ia sudah mati, sudah tenggelam dengan kepala pecah dan otak berhamburan, mungkin terkubur jauh di dasar lautan. Sehingga, kemungkinan besar tempat tersebut adalah alam barzah. Atau lebih mungkin lagi, tempat tersebut adalah neraka: sebuah rumah dari masa lalunya, rumah yang ia dan keluarganya berjanji untuk tidak pernah datangi lagi, tempat yang mereka tinggalkan jauh menyeberangi samudra untuk melupakannya setelah peristiwa yang menimpa adiknya.
Dan ketika ia mulai menyusuri tempat tersebut, sendirian, seorang diri, ia mendapati bahwa ia lagi-lagi salah.
Ada sesuatu yang jauh lebih besar telah terjadi. Sesuatu yang telah membuat semua manusia, bersama-sama, meninggalkan dunia – kalau tempat tersebut bisa disebut dunia – yang mereka tinggali jauh di belakang.
***

Ini bukan buku Young-Adult biasa, itu hal pertama yang harus dipahami. Tidak ada aksi yang mendebarkan, romansa antara tokoh cowok-ganteng-banget dengan tokoh cewek-cantik-amat di dalamnya. Tentu, ada adegan kekerasan, jika itu yang kau inginkan, tapi untunglah hanya sedikit. Namun, dengan tebal nyaris mencapai 500 halaman, Patrick Ness dengan gamblang menuliskan kisah petualangan tokoh-tokoh utamanya dengan begitu mengalir. Halaman demi halaman bisa dilalui dalam sekejap.
Novel ini dimulai dengan cukup lambat, dengan seorang tokoh utama perlahan-lahan mempelajari dunia sekelilingnya seorang diri. Ia cukup cerdas untuk menjelajah dengan hati-hati, dan cukup kuat untuk bisa bertahan hidup. Dalam mimpi-mimpinya, ia juga teringat akan masa lalu yang membahagiakan, namun di saat bersamaan cukup kelam. Ia mulai bertanya-tanya apa makna dari hidup, kelahiran, dan kematian, jika neraka yang ia terima adalah didamparkan seorang diri di sebuah tempat yang memenuhinya dengan perasaan bersalah.
Awal yang lambat dan panjang tersebut mungkin akan mengganggu para pembaca yang tidak sabaran, yang menyukai action-packed scenes atau hot scenes atau adegan-adegan yang silih berganti. Tapi, jika berhasil melewatinya dan memahaminya, begitu sampai di tengah – saat suatu pengungkapan kembali dihadapkan pada pembaca – kita akan mendapati bahwa segalanya, secara sederhana, makes sense. Yap, angguk-angguk. Kemudian kita (spoiler) dihadapkan pada tokoh-tokoh lainnya, dan bersama, mereka akan menjelajahi dunia tersebut.
Dilihat dari permukaannya, novel ini mirip dengan The Matrix yang digabungkan dengan The 5th Wave. Dua-duanya sama-sama membawa kita mempelajari, perlahan-lahan, mengenai apa yang telah terjadi pada dunia, bagaimana nasib semua orang, dengan gambaran yang sangat realistis. Berbagai pertanyaan filosofis dilontarkan di dalamnya, mengenai dunia nyata dan dunia mimpi, serta apa yang akan kita berikan demi mendapatkan dunia yang sempurna. Misteri yang diberikan nyaris menyamai level Inception: saat saya kira saya mengerti, ternyata ada twist lagi di sana-sini.
Namun, di saat bersamaan novel ini juga, tepat di hatinya, adalah novel remaja. Young-adult. Kita mendapati tokoh utama dengan orientasi seksual yang tidak sama dengan mayoritas orang di lingkungannya, kita mengikuti, melalui flashback, bagaimana ia mencoba mengatasi hal tersebut dan tetap melanjutkan hidupnya. Dengan gamblang, Patrick Ness menggambarkan dunia remaja sebagaimana dunia remaja: tempat anak-anak dengan fisik yang terus tumbuh, hormon terus berkembang, yang tidak mengerti dirinya sendiri apalagi dunia di sekelilingnya, yang terus-menerus ditekan dari segala arah dan terus berusaha sebaik-baiknya.
But imagine there’s this thing that always sits there in the room with you. And everyone knows it’s there and no one will ever say a single goddamn word about it until it becomes like an extra person living in your house that you have to make room for. And if you bring it up, they pretend they don’t know what you’re talking about.
Secara menyeluruh, buku ini sangat bagus. Narasinya begitu mengalir, tokoh-tokohnya terasa sangat dekat, dan penceritaannya dilakukan dengan sangat realistik. Dan jangan lupa, unsur fiksi ilmiah di dalamnya sangat luar biasa.
Trailer untuk buku ini:
Blogny menarik nih. Patrick Ness yg More Than This blm nemu kalopun ada msh muaahal. Kemarin baru nemu The rest of us just live here doang -_-
Mas, bukunya sudah selesai dibaca? Dijual gak mas? 😀
Ane yakin ente baca yang versi Inggrisnya..
Eh ada pak ketu… 😀
Iya ini ane bacanya yang versi Inggrisnya. Soalnya nggak ada yang versi Indonesianya.
Kayaknya kalau ane yang baca tuh buku belum tentu dapet sensasinya..
Krn gk trlalu paham (makna) semua kosakata bahasa Inggris, hehe.. -__-“
sepertinya bagus
Iya, mas 🙂