- Jenis : novel
- Penulis : Michael Crichton
- Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
- Tahun penerbitan : 2012
- Format : Mass Market Paperback
- ISBN : 978-979-22-8627-4
Di pedalaman Kongo, sebuah tim dari Amerika Serikat mengalami musibah misterius. Tak ada seorang pun yang selamat, satu-satunya petunjuk hanyalah rekaman buram yang memperlihatkan sesosok makhluk besar menyerang anggota ekspedisi. Kegagalan tersebut dilaporkan kepada ‘pusat’ di AS yang nun jauh, yang, tak mau mengalami kegagalan misi, memutuskan untuk mengirim tim kedua.
Dr. Karen Ross, seorang peneliti wanita yang sudah lama menunggu-nunggu kesempatan seperti ini, ditugaskan untuk memimpin. Tergabung dalam timnya adalah Dr. Peter Elliot, seorang ahli primata, Amy, gorila betina yang bisa berbahasa isyarat, serta orang-orang kawakan lainnya. Bersama, mereka berangkat ke Kongo, bertekad menyelesaikan misi yang dirintis oleh tim pertama.
Namun, semakin masuk ke pedalaman, berbagai rintangan menanti mereka. Perang saudara membuat para pemberontak merambahi hutan, memberikan bahaya kepada anggota ekspedisi. Hutan yang luas, lebat, dan penuh hal-hal ganjil pun menghalangi mereka. Serta, tak lupa, masih ada kawanan makhluk yang sangat cerdas – makhluk yang sama yang menghabisi tim pertama dan sempat terekam di video. Mampukah mereka menyelesaikan misi?
Bulan Juni 1966, suami-istri Gardner mulai mengajarkan American Sign Language (Ameslan), bahasa isyarat standar kaum tuna rungi di Amerika Serikat, kepada bayi simpanse bernama Washoe. Washoe ternyata mencapai kemajuan pesat dengan ASL.
Nama Michael Crichton sendiri, meski tak begitu terdengar di Indonesia, adalah kondang di luar negeri sana. Beliau adalah penulis yang menelurkan kisah Jurassic Park, sebuah novel yang menghasilkan tiga film dan menjadi favorit banyak anak-anak penggemar Dinosaurus di berbagai negara. Beliau adalah salah satu pelopor ‘speculative fiction‘, cabang genre fiksi ilmiah yang menggunakan sains namun tidak begitu jelas, tidak begitu riil (hence, speculative).
Congo dibuka dengan kisah yang tegang – langsung menyerang dan penuh aksi, suspense-nya sangat menggigit. Setelah kemisteriusan tersebut, sayangnya, kita langsung dibawa ke kisah spionase korporasi, misi-misi rahasia, isu-isu perang, teknologi, dan spekulatif sains yang terlalu kental.
“Apa yang sanggup membunuh gorila, profesor?”
Suspense paling besarnya terjadi saat pembaca sudah dibawa ke Kongo kembali. Bermanuver di hutan lebat, menghindari para pemberontak dan tanaman-tanaman berbahaya, tim mendapati bahwa mereka berhadapan dengan sekelompok makhluk berbahaya yang sangat cerdas. Meski mereka menggunakan berbagai peralatan canggih, monster-monster tersebut tetap bisa menyerang.
Agak sulit menceritakan lebih dari itu tanpa memberi spoiler besar-besaran, namun satu hal yang jelas: novel ini kembali bersinar berkat Amy, sang gorila yang bisa berbahasa isyarat. Dia-lah yang membantu tim mengungkap kebenaran dari tewasnya para anggota tim sebelumnya. Dia-lah yang membantu mereka selamat. Dan, lebih dari itu, ia membawa cukup rasa penasaran kepada para pembaca sehingga – digabungkan dengan narasi yang sangat mengalir – novel ini terasa sebagai page-turner yang sangat mantap.
“Suatu ketika,” ia berkata, “keadaan akan memaksa sejumlah manusia untuk berkomunikasi dengan masyarakat monyet berdasarkan ketentuan yang diberlakukan oleh primata-primata itu.”
Sangat jelas, memang, bahwa novel ini tidak terlalu tahan terhadap perubahan jaman. Banyak ide-ide sains dan teknologinya yang sudah sangat ketinggalan, meski pada masa buku ini ditulis pastinya terasa futuristik. Meski demikian, plot yang kompleks, tema kemanusiaan yang mengena, dan gaya kepenulisan serta karakter yang luar biasa menjadi nilai plus bagi novel ini. Mungkin bukan yang terbaik, tapi jelas layak untuk dibaca.
Rating: 3.5/5