Looking for Alaska by John Green

Looking for Alaska - Cover (Gramedia)
Klik untuk membeli di Amazon

Novel pertama yang saya baca, yang pertama kali memicu ketertarikan saya terhadap dunia literasi, adalah Harry Potter. Saya masih sangat kecil saat itu, SD kalau tidak salah, dan mendapati buku dengan kisah-kisah magis, sihir, dan petualangan sungguh membuat saya jatuh cinta pada genre fantasi. Belasan tahun kemudian, di rak-rak buku saya, novel-novel yang mendominasi isinya adalah fantasi, fiksi ilmiah, atau petualangan. Sulit untuk melepaskan diri dari ketertarikan saya tersebut. Ketiga genre tersebut secara eksplisit memberi sebuah penghiburan bagi saya, apalagi di masa-masa sekarang ini, di mana saya sangat memerlukannya hampir di setiap harinya, setelah berjam-jam bergelut dan berkutat dengan angka-angka, mata kuliah, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Atau, sebagaimana yang dikatakan oleh beberapa teman dekat, saya membaca novel-novel tersebut sebagai pelarian.

Kesukaan saya terhadap genre-genre tersebut bisa dibilang cukup militan. Untuk waktu yang sangat lama, saya sangat jarang membaca buku novel dengan genre yang berbeda. Kalaupun ada, pasti saya membaca novel-novel yang sebangsa horor atau misteri (anehnya, saya sangat menyukai serial Sherlock Holmes. Baru belakangan ini saya menyadari bahwa kesukaan saya terhadap genre detektif tak lain tak bukan disebabkan oleh Harry Potter juga, yang secara sederhana sesungguhnya adalah sebuah kisah ‘detektif’ dengan Harry sebagai penyelidik dan Voldemort sebagai Moriarty-nya). Di antara novel-novel non-fantasi tersebut, salah satunya yang pernah saya baca saat saya masih SMA dalam Bahasa Inggris–dan baru bisa saya benar-benar pahami sekarang–adalah sebuah kisah karya John Green, penulis The Fault in Our Stars yang sedang naik daun setinggi-tingginya sekarang ini: Looking for Alaska.

-oOo-

Dalam Looking for Alaska, sang protagonis kita adalah Pudge, yang bernama asli Miles Halter, seorang remaja cowok yang pemalu. Ia bertubuh jangkung, kurus, dan memiliki ketertarikan yang hampir tidak sehat terhadap kata-kata terakhir orang-orang terkenal. Dia baru saja masuk ke Culver Creek, sebuah sekolah berasrama yang dulunya juga merupakan tempat ayahnya bersekolah. Dia masuk ke sana untuk mencari kesempatan baru, kehidupan baru, dan barangkali, ‘sesuatu yang lebih besar.’

Begitu tiba di Culver Creek, dia bertemu dengan banyak orang dan teman-teman yang menarik: Chip Martin, teman sekamarnya yang diberi gelar ‘Colonel’ atas upayanya menyusun strategi-strategi keonaran dan pelanggaran aturan di sekolah; Takumi Hikohito, seorang murid berperawakan Asia yang sangat berbakat dalam menyanyi rap/hip-hop; dan tentu saja, Alaska Young–seorang cewek yang  cantik, energik, dan tentu saja, menarik hati dan pikiran Miles sejak detik pertama mereka bertemu.

Looking for Alaska membawa kita mengikuti perjalanan Pudge di sekolah barunya yang sangat berlika-liku. Bebas dari pengawasan orangtua dan dikelilingi oleh banyak sekali teman-teman sebayanya yang jelas jauh lebih berpengalaman daripada dirinya soal ‘kehidupan remaja’, dia mengikuti kelas-kelas di sekolah, meski ternyata dia tidak terlalu tertarik; dia diajak berbuat keonaran oleh Colonel dan Alaska, dan berkali-kali hampir kena masalah serius, bahkan nyaris celaka. Dia diajak merokok, nongkrong-nongkrong, minum-minum, dan diperkenalkan ke seorang cewek lainnya (Lara, murid pindahan dari Romania (!!) yang sangat manis) yang nantinya akan menjadi pacar pertamanya, dan lain sebagainya.

Terdengar familiar?

Sumber: imgkid http://imgkid.com/looking-for-alaska-quotes-smoke-to-die.shtml)
Sumber: imgkid (http://imgkid.com/looking-for-alaska-quotes-smoke-to-die.shtml)

Satu hal yang membuat Looking for Alaska sangat bagus, dan sangat memikat saya pada saat saya pertama kali membacanya, adalah cara John Green menuturkan kisah yang sangat vulgar. ‘Vulgar’ di sini bukan berarti seks di mana-mana (meski memang ada) di novel ini, melainkan eksplisisitas yang sangat tinggi mengenai kenyataan pergaulan–positif, negatif, dan segala yang berada di antara keduanya–seluruhnya dituangkan, tanpa dipotong-potong sedikit pun. Tentu, masuk ke sekolah berasrama dengan reputasi bagus untuk memulai hidup dari awal terdengar keren, tapi tahukah bahwa di sana tidak seteratur ataupun serapi yang kelihatannya dari luar? Tentu, punya teman-teman yang asik memang menyenangkan, tapi apakah pertemanan tersebut takkan melukai orang lain? Dan takkan melukai sesama dari kita?

Dan benarkah remaja-remaja ‘jaman sekarang’ kerjaannya cuma bersenang-senang, berfoya-foya, dan bersenda gurau semata? Tak adakah dari mereka yang kelihatannya sangat asik dan energik, tapi di dalam ternyata memiliki konflik batin yang sangat mendalam? Mungkinkah ada para remaja yang saking penatnya memikirkan dunia dan segala keburukannya sampai-sampai menjadi depresi dan merokok sebanyak mungkin, minum-minum sampai teler, untuk melupakan itu semua?

Jawabannya, tentu saja, ada. Dan di situlah kekuatan terbesar novel ini: dengan menggunakan karakter-karakter, penokohan yang sangat beraneka ragam, dengan konflik mereka masing-masing dan pendalaman kehidupan remaja yang sedalam-dalamnya dan seeksplisit mungkin, John Green menciptakan sebuah novel yang, di saat bersamaan, menyakitkan dan melegakan untuk dibaca.

Sumber gambar: http://inspirably.com/quotes/about-looking-for-alaska/4
Sumber: Inspirably (http://inspirably.com/quotes/about-looking-for-alaska/4)

Looking for Alaska mungkin tidak seromantis buku-buku John Green yang lainnya, dan tidak seinspiratif The Fault in Our Stars, tapi jika kau ingin membaca mengenai sekelompok remaja yang berasal dari berbagai latar belakang dengan bermacam-macam konflik pribadi yang berbeda-beda; jika kau ingin melihat pertemanan yang berkembang, semakin kuat, dan hancur berkeping-keping; jika kau ingin membaca sesuatu yang tidak hanya akan menjadi sekedar sebuah pelarian tapi juga pengingat terhadap dunia nyata dan segala hitam-putihnya; dan kalau kau ingin tahu apakah cuma kita yang sering memikirkan hal-hal aneh dalam hidup ini, maka saya sarankan bacalah Looking for Alaska. 

Oh, dan jangan khawatir–versi Bahasa Indonesia, yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia–sudah bebas dari vulgaritas seksual yang ada di versi aslinya.

For better or worse, I don’t know.


  • Kategori: Novel
  • Judul: Looking for Alaska (Mencari Alaska)
  • Penulis: John Green
  • Penerbit: Gramedia
  • Tebal: 286 halaman
  • Tahun Penerbitan: 2014
  • Format: Paperback
  • ISBN: 9786020307329

3 thoughts on “Looking for Alaska by John Green

  1. beberapa kali liat ini di toko buku. menilai novel john green pasti romantis gara-gara nonton the fault in ours stars. jadi tertarik buat beli :mrgreen:

Leave a comment

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s