The Fold by Peter Clines

Okay, this one’s going to be quick. This is a novel that I’d just started reading last night and actually made me to read it completely within one sitting. 5 hours straight. The last English book capable of doing that to me was Ender’s Game, thus I am compelled to write a review for this. I also realise that it’s been a long time since I’ve posted here, so bear with me for a bit if my review feels like a mess, alright? Thank you.

So, let me start with a summary: the protagonist of this story, Mike, was a superhuman, one of the few people on the planet who actually possessed a photographic memory. While he was living his ordinary life as a high school teacher, an old friend came and offered him a job: observe a group of scientists who claimed that they have invented The Albulquerque Door, a device that can create a “Fold” in reality which allowed near instantaneous travel over a great distance. He accepted it, and for the first couple of days, things seemed to run without problems although some of the scientists seem a little bit skittish about their Door. And then an incident happened, and Mike realised that there were secrets buried deep within the team, that the device was not as it seemed, and that they had to race against time to stop a great catastrophe from leaking through the Door toward all known realities.

Continue reading “The Fold by Peter Clines”

The Ghost Brigades

The Ghost BrigadesBayangkan dunia dimana manusia telah menguasai teknologi yang memungkinkan kita untuk menjelajah bintang tanpa hambatan. Kita bisa membangun koloni, memenuhi mimpi-mimpi petualangan antariksa, bahkan berinteraksi dengan Alien sebagai sesama sederajat. Sayangnya, planet yang dapat menopang kehidupan untuk koloni begitu terbatas. Eksplorasi dan terraforming cukup sulit dan lama untuk dilakukan, dan para Alien berani untuk berperang guna memperebutkan planet-planet tersebut.

Maka: kita bertempur. Di masa depan ini, para lansia dari bumi berbondong-bondong mendaftar menjadi tentara luar angkasa. Tugas mereka adalah melindungi koloni dari serangan makhluk asing, dan – sesekali – menyerbu planet-planet yang sudah dikoloni ras Alien guna kita tinggali. Begitu para lansia menginjak usia 75 tahun, mereka akan diberangkatkan ke luar angkasa, diluncurkan jauh dari bumi, dengan tubuh ‘dipermak’ habis-habisan hingga siap untuk berperang.

Kekurangannya: beberapa lansia yang sudah mendaftar tidak berhasil menginjak usia 75 tahun.

Untungnya, dengan teknologi yang supercanggih, koloni dapat menciptakan prajurit-prajurit dari mereka yang sudah mati. Berkemampuan tinggi, memiliki fisik yang melebihi bahkan rata-rata pasukan koloni dan Alien pada umumnya, mereka disegani seantero galaksi. Karena asal-muasal mereka tersebut, mereka disebut sebagai Brigadir Hantu – The Ghost Brigades.

-a-

“I want to understand him. I want to know what it takes to make someone do this. What makes them a traitor,” Jared said.

“You would be surprised at how little it takes,” Cainen said. “Something even as simple as kindness from an enemy.”

Itu adalah premise dasar novel ini, The Ghost Brigades, yang merupakan sekuel dari Old Man’s War karya John Scalzi. Sebagaimana karya-karya fiksi ilmiah dengan setting luar angkasa seperti Ender’s Game, Star Wars, Star Trek, hingga Firefly, TGB adalah kisah space opera dengan skala besar. Bersetting di universe yang sama dengan OMW, TGB memiliki plot yang secara langsung memperluas dan mendeskripsikan dunianya dengan lebih detil.

Perbedaan nyata terdapat pada protagonis. Di Old Man’s War, protagonis kita adalah seorang pria tua dari bumi yang dipermak menjadi prajurit luar angkasa dan bertempur di dunia nun jauh di luar angkasa, sedangkan dalam TGB, kita mengikuti seorang prajurit Brigadir Hantu – seorang pemuda bernama Jared – yang dilahirkan, langsung dalam bentuk fisik dan mental dewasa, untuk alasan yang sangat khusus.

Latar belakang mulainya cerita ini adalah pembelotan seorang manusia. Ia, seorang diri, bertekad untuk menjatuhkan pemerintahan koloni manusia dengan memanfaatkan tiga ras Alien sekaligus, menyatukan mereka, dan mengarahkan mereka kepada konflik besar melawan manusia. Lebih celaka lagi, ia juga merupakan orang penting – salah satu ilmuwan yang mengembangkan teknik ‘permak’ lansia menjadi prajurit luar angkasa.

Sehingga, sekali lagi, Jared pun dilahirkan dengan satu alasan khusus: ‘mengatasi’ ancaman dari orang tersebut.

-a-

“It was interesting what you could do, when your enemy was officially your ally.  And unaware you knew it was your enemy.”

Bersama dengan Brigadir Hantu yang lainnya, Jared mengikuti perang demi perang, pertempuran demi pertempuran. Berbeda dari pasukan koloni yang biasa, Brigadir Hantu lebih sering ditugaskan dalam misi-misi penyerbuan ke koloni Alien, pesawat Alien, atau bahkan planet-planet utama ras-ras non-manusia. Bahkan, tak jarang pula mereka diterjunkan dalam misi-misi yang bersifat politis: penculikan, mengancam ras-ras makhluk asing agar tak melawan manusia, hingga genosida.

Dalam novel ini, dengan gamblang Mr. Scalzi menggambarkan konflik moral yang menarik: seberapa pentingkah manusia hingga kita menganggap diri kita layak untuk memperlakukan ras makhluk asing seperti itu? Jared, sang protagonis, mempertanyakan setiap misi yang diberikan padanya. Bahkan, seorang Alien menunjukkan padanya bahwa setidaknya para Alien yang bertempur memiliki pilihan untuk berperang atau mundur. Sangat kontras dengan Jared – dan pasukan Brigadir Hantu – yang tak memiliki pilihan. Mereka dilahirkan dengan tujuan untuk bertempur.

Dan, tentu saja, untuk membunuh.

Jadi, apakah membunuh satu sama lain, melakukan genosida ras-ras lain, adalah sesuatu yang dibolehkan demi melindungi spesies kita sendiri?

Apakah, meski teknologi sudah semaju dan sehebat itu, kita masih saja mengikuti hukum paling primitif yang ada di alam: yang kuat adalah yang menang?

-a-

“You are born to protect humanity. And you are designed for it. Everything in you down to your genes reflects that purpose.”

Meski padat akan aksi, memiliki universe yang matang dan luas, sistem teknologi yang baik dan konsisten, nilai jual utama novel ini tetap terdapat pada konflik-konflik sosialnya. Secara pribadi, saya sangat menyukai kisah-kisah seperti ini: Mr. Scalzi bisa mengangkat pertanyaan-pertanyaan mengenai moral, memberikan pesan-pesan kepada pembaca, tanpa harus menjadikan sebuah novel sebagai naskah pidato.

Bahasa mudahnya: novel ini memiliki pesan moral meski banyak ledakan-ledakan.

Contoh karya fiksi lainnya yang memiliki hal serupa adalah Trilogi The Dark Knight karya Christopher Nolan. Oleh beliau, ketiga film tersebut mengangkat isu kepahlawanan, moral, sosial, ekonomi, kejahatan, kriminal, korupsi, hingga kebobrokan sistem tanpa mengorbankan unsur aksi dan cerita. Kita mendapatkan pesan-pesan sepanjang cerita, bukan pesan-pesan sebagai cerita.

Dan menurut saya, setiap penulis yang mampu melakukan hal tersebut wajib diacungi jempol.

-a-

The Ghost Brigades bisa dipesan dan dibeli di toko buku impor, atau di toko buku digital seperti iBooks Store, Amazon Kindle, dll. Sangat saya rekomendasikan untuk penggemar genre fiksi ilmiah yang tak takut untuk membaca cerita dengan tema yang rumit dan kompleks.